Populisme Demokrasi dan Relevansinya terhadap Persekusi
keberagaman
By: Erton Arsy Vialy
Demokrasi bukan merupakan suatu sistem yang sempurna dalam tata
kelola pemerintahan. Banyak pandangan menilai demokrasi sebagai
“pilihan terbaik dari yang terburuk”. Hal ini berkaitan dengan
beberapa persoalan krusial sangat mungkin terjadi di negara yang
menggunakan sistem demokrasi. Menariknya, persoalan-persoalan itu
disebabkan oleh sistem atau penyalahgunaan semangat populisme dalam
demokrasi itu sendiri. Semangat populisme ini, pada pandangan
penulis, bahkan meruntuhkan demokrasi itu sendiri dengan munculnya
Tirani Mayoritas.
Memang demokrasi memimpikan suatu pemerintahan yang menghormati
aspirasi warga negara dalam pengambilan keputusan. Sehingga
formulasi kebijakan suatu negara tidak lain adalah refleksi dari
warga negara. Tetapi, muncul persoalan, yang tidak hanya terjadi di
negara berkembang juga negara-negara maju, yaitu: rendahnya
kesadaran setiap individu dalam memaknai nilai-nilai demokrasi itu
sendiri misalnya kesadaran tentang pluralitas, pelindungan terhadap
hak-hak minoritas dsb. Sehingga kerap mayoritas menggunakan “rakyat”
untuk memberikan penilaian asing terhadap kelompok minoritas yang
berbeda.
Ada adagium menarik dalam memperhatikan geliat demokrasi di
negara-negara berkembang “Jika pemilih kambing, maka yang menang
pun kambing”. Tidak bisa kita pungkiri bahwa kesadaran terhadap
nilai-nilai demokrasi berkaitan pula dengan rendahnya tingkat
pendidikan masyarakat. Masih rendahnya tingkat pendidikan masyarakat
di negara-negara berkembang memungkinkan isu-isu yang sangat kental
dengan primordialisme dimainkan para aktor politik. Tujuannya pun
tidak lain yaitu, untuk mendongkrak popularitas. Karena isu
primordial kerap dinilai populis.
Tirani mayoritas dan penggunaan isu primordial menjadi kolaborasi
persoalan demokrasi di Tanah air. Kedua unsur itu jelas menggerus
proses demokrasi. Menjadi pertanyaan menarik bagi penulis adalah
Tirani mayoritas merupakan efek dari populisme dalam demokrasi, Jika
ke depan populisme kental diwarnai oleh isu primordial hingga kapan
demokrasi mampu mempertahankan gagasan-gagasannya tentang egalitarian
dan pluralisme?
Menurut Penulis, politisasi isu primordial dalam kancah perpolitikan
daerah maupun nasional memiliki relevansi dengan kasus-kasus
kekerasan terhadap minoritas di Indonesia. Atau setidaknya,
politisasi isu primordial yang semakin populis ini memiliki
keterkaitan erat dalam persekusi keberagaman. Hal demikian bisa kita
saksikan di Kota Bogor. Sikap intoleran berupa penolakan yang
dilakukan oleh Walikota terhadap pendirian gereja di kota Hujan.
Penolakan pembangunan gereja itu tidak lain adalah citraisasi sang
walikota agar terkesan “islami”. Memang secara hitung-hihtungan
kertas isu tersebut mampu mendongkrak popularitas karena warga Bogor
– demikian pula Indonesia – mayoritas beragama Islam.
Tidak lebih sikap Walikota merupakan sebuah politisasi isu populis
yang sangat primordialistik dengan menggunakan instrumen agama
mayoritas. Mayoritas Islam sebagaimana di pelbagai media nasional
dengan “kegagahan” ormas-ormas memberangus minoritas Ahmadiyah,
Kristen, Katolik dll. Pada tataran elit politik, semua diam dan
bersikap apatis – atau bahkan cenderung pro kekerasan – agar bisa
popularitas. Hal tersebut merupakan sikap yang tidak demokratis.
Tetapi, suka tidak suka inilah wajah islam sebagai agama mayoritas
yang tidak sadar tengah dipolitisasi kepentingan. Atau setidaknya ada
kesan mutualistik antara mayoritas dengan elit untuk menggerus
demokrasi.
Lalu apakah politisasi Islam yang berujung pada aksi-aksi anarkis
menjadi ancaman bagi demokrasi dan bagi islam itu sendiri? Jelas
sudah, Gus Dur di beberapa artikelnya menilai Islam politik
sejatinya mereduksi Islam itu sendiri. Bagi filosofi bangsa yang
menghormati keberagaman sudah barang tentu, politisasi islam,
utamanya aksi-aksi anarkis bukanlah hal yang bisa ditolerir. Jika
ditoleransi terus-menerus tentu ormas ini bisa jadi partai politik ke
depan yang tidak beda jauh dengan partai kanan ekstrim di Eropa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar