Bangsa
Kita : Ikan yang Lupa untuk Berenang
Selama
30 tahun lebih orde baru mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara,
Pembangunan di tanah air sangat kental dengan “land-based”. Semua
sistem pembangunan mulai dari identitas pencaharian konsumsi,
ekonomi, hingga keamanan dan pertahanan. Sebagai contoh masyarakat
tempo itu lebih terbiasa mendengar Indonesia sebagai negara agraris
ketimbang negara maritim. Atau lebih lanjut jumlah pasukan matra
darat jauh lebih banyak ketimbang matra laut. Semua ini tentu bukan
terjadi begitu saja, tetapi dikonstruksi oleh pola pikir atau
kepentingan politik. Sebab jika kita lihat prosentase geografis
antara perairan dan daratan, tidak bisa diragukan lagi bahwa
Indonesia merupakan negara kelautan atau maritim.
Pada
kesempatan ini poin-poin pembangunan yang ingin dibahas utamanya
pada sistem pertahanan dan ekonomi. Karena pembangunan pola
pembangunan kedua hal ini pada rezim orde baru bukan semata untuk
pembangunan kebangsaan tapi, melindungi kekuasaan tirani.
Bila
diperhatikan pembangunan yang bersifat land-based pada saat Soeharto
dan kroni-kroninya berkuasa difaktori oleh dua hal. Pertama, Pada
tataran filosofi Soeharto adalah seorang jawa yang memiliki tradisi
kejawian yang kental. Budaya Jawa hingga kini mendapat pengaruh yang
besar dari sistem kehidupan masyarakat Mataram Kuno. Kerajaan hindu
tersebut dikenal dengan tradisi pertaniannya. Sehingga identitas
kerajaan itu sebagai negeri agraris yang tentu saja pembangunannya
adalah bersifat land-based. Kedua, pada strategi pengelolaan
kekuasaan, penulis menilai bahwa Soeharto berupaya untuk
mengkondusifkan pembangunan dengan stabilisasi politik tangan besi.
Maka jawabannya adalah dengan memperbanyak jumlah matra darat
sehingga tercipta stabilitas politik itu.
Pembangunan
sistem pertahanan di tanah air yang mengutamakan matra darat jelas
salah besar. Dalam catatan sejarah, Sovyet dan Amerika Serikat
mengutamakan pembangunan sistem pertahanan yang berbeda meski
sama-sama negara kontinental. Uni Sovyet mengembangkan matra darat
yang kuat sementara Amerika Serikat mengutamakan matra laut.
Hasilnya, secara geopolitik – jika tanpa menghitung indikator
pengaruh lainnya – jelas Amerika Serikat mampu mengungguli Uni
Sovyet dalam sistem pertahanan. Pada waktu Rezim orde baru
mengkondusifkan pembangunan dengan menggunakan matra darat,
pertahanan dalam menjaga kedaulatan perbatasan sangat lemah. Dalam
beberapa kasus pelecehan terhadap wilayah kedaulatan NKRI terjadi
begitu saja kala itu – tanpa ada pemberitaan.
Ironisnya
hingga era reformasi berlangsung 15 tahun ini, belum ada perubahan
total dalam sistem pembangunan pertahanan di tanah air. Hampir tidak
jauh berbeda polanya baik orde baru maupun orde reformasi perihal
pembangunan – masih “land-based.” Semestinya angkatan laut lah
yang kini diutamakan dalam proses pembangunan sistem pertahanan di
tanah air. sangat disayangkan TNI beberapa waktu lalu telah memberi
tank-tank buatan Belanda dan Jerman dalam skala yang cukup masif.
Lalu pertanyaannya untuk apa lagi pembeliaan tank-tank itu? Apakah
untuk menggunakan tangan besi kembali di era yang menetapkan
menjunjung tinggi hak asasi manusia ini? Pembelian sistem alutista
yang tidak jelas seperti ini tentu wajib dikritisi.
Pembangunan
sistem pertahanan negeri ini sudah selayaknya mengutamakan matra laut
dan udara. Hal ini mengingat perbatasan kita dengan negara tetangga
atau pun perairan internasional kebanyakan dibatasi oleh perairan
kita sendiri. Lalu banyak kekayaan laut yang belum diberdayakan dan
diamankan dengan layak karena minimnya kapabilitas matra laut. Dan
hal yang patut diperhitungkan adalah selain identitas geografis kita
sebagai negara maritim, tetapi juga ke depan berdasar beberapa
literatur pola perang bukan lagi di darat tetapi di perairan.
Penulis
pada kesempatan ini mengapresiasi Al'Araf, seorang dosen di
Universitas Pertahanan yang berani untuk mengkritik pembelian
tank-tank tersebut meskipun harus dikeluarkan dari jabatannya.
Oleh
karena itu, Menurut penulis merumuskan identitas geografis menjadi
hal yang krusial dalam memilah prioritas atau pun pola pembangunan.
Karena tanpa memahami identitas geografis negara dan relasinya
terhadap pola pembangunan maka akan ada distorsi yang cukup
merugikan. Jika Bill Clinton pernah
berucap “It's The Economy, Stupid!”, ya, mungkin saja benar dan
mungkin terkadang ada hal lain yang patut dipertanyakan. Itulah
identitas.